BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagaimana
sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran
Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah
ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya
pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di
Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan
pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib
dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama
yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya
terdiri atas :
1. Orang-orang muhajirin, kaum muslimin
yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang
Islam pribumi Madinah.
3. Orang-orang
Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani
Quraizhah.
4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”,
yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Pluralitas masyarakat
Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa
adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu,
konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka
dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah
Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan
supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin
yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin
pemerintahan di kota Madinah.[1]
Isi
piagam Madinah itu merupakan fakta tertulis, tidak dapat dibantah oleh siapapun
yang mencoba mendistorsi sejarah Itu. Isinya memberikan perlindungan hak- hak
semua orang untuk hidup dalam satu atap tanpa merasa takut menjalankan
keyakinan mereka masing masing. Suatu paparan kehidupan bernegara yang
menjangkau kepentingan bersama, saling melindungi hak-hak bersama dan hidup
saling bantu membantu. Madinah waktu itu menjadi surga bagi semua agama untuk
saling melindungi, tidak terpetik sejarah adanya perlindungan berbangsa dan
beragama sebagaimana terjadi di Masa Piagam Madinah yang menjadi Deklarasi
bersama umat Yahudi dan Nasrani.[2]
Piagam Madinah
merupakan sebuah catatan sejarah yang tidak akan pernah hilang dari memori
kejayaan Islam. Karena piagam ini merupakan bukti nyata bahwa islam bukan hanya
sekedar agama yang mengatur dalam kegiatan yang bersifat religious saja tetapi
merupakan agama yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. Rasulullah telah
memberikan contohnya kepada kita semua bagaimana hidup bermasyarakat,
berbangsa, beragama, dan bernegara. Sehingga islam benar-benar menjadi agama
yang Rahmatan Lil’alamiin.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
dapat kita bagi dalam 2 tujuan besar yaitu Main
Purpose (tujuan Umum) dan Special
Purpose (tujuan khusus). Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah
mahasiswa dapat memahami dengan seksama pengertian dari Piagam Madinah sehingga
dapat berfikir secara logis serta dapat mengambil kesimpulan dengan obyektif .
Sedangkan tujuan khusus dari penulisan malakah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pembaca dapat mengetahui Kronologi terjadinya Piagam Madinah
2.
Pembaca dapat mengetahui Tujuan dari pembuatan Piagam Madinah
3.
Pembaca dapat mengetahui Benarkah Piagam Madinah merupakan
konstitusi terbaik yang pernah ada?
1.3
Rumusan masalah
Dalam makalah
ini akan membahas rumusan masalah sebagi berikut:
1.
Kronologi terjadinya Piagam Madinah
2.
Tujuan dari pembuatan Piagam Madinah
3.
Benarkah Piagam Madinah merupakan konstitusi terbaik yang pernah
ada?
1.4
Hipotesis
Piagam Madinah merupakan konstitusi terbaik yang pernah ada dalam
sejarah karena didalamnya terdapat peraturan yang lengkap mencakup semua aspek
kehidupan masyarakat dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Piagam
Madinah juga merupakan rangkaian peraturan yang telah disepakati oleh seluruh
penduduk Yastrib (Madinah), yang mampu mempersatukan antara seluruh kaum, suku
dan penganut kepercayaan yang ada di dalamnya sehingga menjadi sebuah satu
kesatuan (ummat) yang saling menghormati dan melindungi satu sama lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian
Pusataka
A.
Kronologi terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah
disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu
masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui
motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke Madinah
yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting untuk kita mengetahui
mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian dapat
berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah
adanya persetujuan Piagam Madinah.
Dakwah Nabi di
Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada tahun kesepuluh kenabian
baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam. Tetapi ada beberapa diantaranya yang memeluk agama
Islam dengan sepenuh hati mereka.
Sebelum Nabi
melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy. Tidak
hanya gangguan psikis yang beliau alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan
beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam menghadapi
gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi gangguan
kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :
وَلاَ تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَ
السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ
عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
{فصّلت :34 }
Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan
dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fushshilat : 34).[3]
Kota Yatsrib
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah dan
Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain
yang ikut menentukan, yaitu :
a.
Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum
akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan
penuh kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga
membawa bekasnya pada diri Nabi.
b.
Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan
di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam
perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat
yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau
penduduk kota tersebut.
c.
Penduduk Madinah dari suku Arab Bani Nadjar punya hubungan kekerabatan
dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang
dari jauh, bukan orang asing.
d.
Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai
petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah.
Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk
kota Makkah.
e.
Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir
jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi di Yatsrib.
Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu
agama ini.
Demikian
beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu diterimanya Nabi di
Madinah dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau Madinah sebagai kota tempat tujuan
hijrah, selain itu juga merupakan petunjuk Allah yang memberi jalan bagi
terbukanya syiar agama Islam.
Demikianlah
reaksi penduduk Madinah bagaimana mereka menanti kedatangan Rasul mereka.
Selain itu dakwah yang disampaikan Nabi setiap musim haji di Baitullah, juga
perjanjian Baitul Aqabah pertama dan kedua yang disepakati pada tahun kedua
belas dan ketiga belas dari kenabian semakin memuluskan jalan bagi Nabi untuk
diterima di Madinah. Perjanjian Aqabah I dan II mempersiapkan Nabi dan kaum
Muslimin secara psikologis dan sosiologis dalam pelaksanaan hijrah yang amat
bersejarah.[4]
Madinah adalah
sebuah kota kurang lebih berjarak 400 kilometer di sebelah utara kota Makkah.
Penduduk kota Yatsrib terdiri dari beberapa suku Arab dan Yahudi. Suku Yahudi
terdiri Bani Nadzir, Bani Qainuna, dan Bani Quraidzah yang mempunyai kitab suci
sendiri, lebih terpelajar dibandingkan penduduk Yatsrib yang lain. Sedangkan
suku Arabnya terdiri dari suku Aus dan Khazraj, di mana kedua suku itu selalu
bertempur dengan sengitnya dan sukar untuk didamaikan.[5]
Nabi Muhammad
datang dengan membawa perubahan. Beliau mengajarkan penghapusan kelas antara
orang kaya dengan orang miskin, golongan buruh dengan golongan juragan. Yang
ada hanyalah hubungan persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang
membutuhkan. Beliau telah dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan
telah berhasil mengikat suku Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih
dan persaudaraan.
Sejak nabi
hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah
beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah menyiarkan
agama Islam, sebagai tujuan utama beliau.
Sebagai seorang
pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan
pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga
sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari
luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi
tiga kesulitan utama :
a.
Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah
Arab.
b.
Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan
dan sumber daya yang amat besar.
c.
Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan
hidup mereka.[6]
Dan karena
perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai
latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di
tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih
antara dua suku Anshar, yaitu Bani Auz dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi
mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan
politik secara damai.
Tetapi akhirnya
Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat
bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat
penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan Sedangkan untuk
mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar
yang amat bijak dan sangat jenius.
Untuk mengatasi
adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara
mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah
satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara
angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris
sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.
Upaya yang
dilakukan Rasul itu telah menjadi alat yang ampuh untuk mematikan segala perang
saudara dan permusuhan yang dulu selalu timbul di antara mereka. Iklim baru ini
sangat menunjang perkembangan agama Islam di Madinah. Sehingga dalam tempo yang
amat pendek, tidak lebih dari dua belas bulan sesudah Rasul menetap di Madinah,
menurut keterangan Ibnu Ishaq yang wafat dalam tempo hari tidak ada lagi satu rumah
orang Madinah yang belum Islam selain daripada suku kecil dari suku Aus.[7]
Selama beberapa
minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan mempelajari
keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan
bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup berdampingan dengan
aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat
suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun
musyrikin.
Dalam
perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah
terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan
memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi
segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara
garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :
a. Bidang ekonomi dan sosial
Keharusan orang kaya membantu dan
membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta
bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat,
menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak
ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.
b. Bidang militer
Antara lain menggariskan
kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi
ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang
menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah
beliau sebagai Qa’id Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan
bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan
menuju tujuan. Dan tidak boleh sekali-kali kaum Musyrikin Madinah membantu
Musyrikin Makkah (Quraisy). Baik dengan jiwa ataupun harta dan menjadi
kewajiban kaum Yahudi membantu belanja perang selama kaum Muslimin berperang.[8]
B.
Tujuan dari terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah
dibuat dengan maksud untuk memberikan wawasan pada kaum muslimin waktu itu
tentang bagaimana cara bekerja sama
dengan penganut bermacam-macam agama ketuhanan yang lain yang pada akhirnya
menghasilkan kemauan untuk bekerja bersama-sama dalam upaya mempertahankan
agama. Strategi nabi tersebut terbukti sangat ampuh , terbukti dengan tidak
memerlukan waktu lama masyarakat islam, baik Muhajirin maupun Anshor telah mampu mengejawantahkan strategi
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan strategi tersebut tidak
terlepas dari kepiawaian Nabi dalam melihat kondisi masyarakat sekitarnya yang
sangat. memerlukan arahan dan tauladan dari pemimpin guna menciptakan keadaan
yang lebih baik. Perubahan tatanan masyarakat di Madinah merupakan tolok ukur
dari keberhasilan atas perjanjian damai yang dibuat oleh nabi.[9]
Pasal-pasal
dalam perjanjian tersebut mencakup
hampir semua kelompok di Madinah dan menjadi semacam front kesatuan. Kaum
Yahudi dan Muslim harus saling membantu jika terjadi serangan terhadap
orang-orang yang masuk dalam perjanjian ini. Mereka harus menjalin persahabatan
yang baik, saling menasihati, berperilaku jujur, dan tidak saling
mengkhianati. Nabi Muhammad bahkan
memasukkan orang-orang pagan (penyembah berhala) dalam perjanjian ini. Juga
berisi berbagai macam kewajiban yang mengikat semua orang mukmin (kecuali orang
pagan dan Yahudi), dan harus saling membantu anggota kelompoknya yang mempunyai
beban hutang. Jadi perjanjian ini tidak hanya untuk mengatur masyarakat, tetapi
juga meletakkan dasar-dasar sebuah Negara. Di Mekkah, beberapa anggota senat
menjaga kepentingan para pemilik ini,namun di Madinah hal itu tidak berlaku
karena otoritas semacam senat tersebut sehingga tidak ada lembaga yang
melindungi kepentingan para pemilik kekayaan atau individu dari kejahatan yang
merugikan mereka. Perjanjian ini menjadi dasar bagi berdirinya perwakilan semacam
itu. Dalam banyak hal, perjanjian ini mempunyai arti penting yang revolusioner
bagi masyarakat Arab. Nicholson menulis, “Tidak ada orang yang mengkaji masalah
ini tanpa merasa terkesan dengan kepiawaian politik pembuatnya. Sebagai langkah
reformasi yang taktis, perjanjian itu merupakan sebuah revolusi. Muhammad tidak
membuka pintu kemerdekaan suku-suku, tapi menghapuskannya dengan mengganti
pusat kekuasaan dari suku kepada masyarakat, dan meskipun masyarakat itu
terdiri dari kaum Yahudi, pagan, dan kaum muslimin, ia benar-benar bisa melihat
ke depan apa yang tidak diketahui para oponennya, bahwa kaum Muslimin bersikap
aktif dan di masa mendatang pasti menjadi kelompok yang dominan dalam suatu negara
yang baru berdiri.”
Komentar dari
Montgomery Watt : “Muhammad tentu saja bukanlah pemimpin tunggal masyarakat
ini. Kaum imigran (Muhajirin) diperlakukan sebagai kelompok suku, dan ia adalah
pemimpin mereka, namun ada delapan kelompok suku lain yang mempunyai pemimpin
mereka sendiri. Jika konstitusi ini menjadi bukti kuat akan hal itu, Muhammad
lebih unggul dari para pemimpin suku lain dalam dua hal. Pertama, orang-orang
yang concerned dengan perjanjian ini adalah orang-orang mukmin, dan ini berarti
mereka menerima Muhammad sebagai seorang nabi. Ini artinya menerima semua
aturan yang mengikat yang berasal dari wahyu, dan memberi gelar kehormatan
kepada Muhammad sebagai penerima wahyu dan mungkin ajaran kebijaksanaan yang
tidak dimiliki oleh manusia biasa, paling tidak dalam agama. Ini tidak berarti
menerima semua keputusannya dalam masalah-masalah yang tidak diwahyukan. Kedua,
meskipun konstitusi ini menyatakan bahwa ‘apabila kamu berselisih tentang suatu
masalah , maka kembalikan kepada Allah dan Muhammad’ dalam bulan-bulan purnama,
Muhammad boleh jadi tidak lebih dari seorang pemimpin agama masyarakat Madinah. Dalam masalah-masalah politik, ia
hanyalah seorang pemimpin kaum imigran, dan mungkin lebih lemah dibandingkan
dengan para pemimpin suku lainnya”.[10]
C.
Benarkah Piagam Madinah merupakan konstitusi terbaik
Piagam Madinah
memang merupakan sebuah karya fenomenal yang pernah tercacat dalam sejarah
islam. Tetapi ketika ada pertanyaan apakah Piagam Madinah adalah merupakan
sebuah konstitusi terbaik yang pernah ada? Maka kita harus merujuk pada data
yang dapat dipercaya sehingga kita dapat mendapatkan hasil yang sesuai dengan
fakta serta dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya. Karena banyak sekali
tulisan-tulisan tentang Piagam Madinah yang melihat piagam tersebut dari banyak
sudut dan segi.
Untuk mengetahui
apakah Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi terbaik atau justru
sebaliknya, maka kita harus dapat melakukan penilaian terhadap piagam ini dari
berbagai segi. Berikut adalah merupakan penilaian terhadap piagam ini dari
beberapa segi:
1.
Sebagai piagam yang lengkap
Hal
ini didasarkan dari beberapa pendapat para ahli yang mengatakan bahwa Piagam Madinah
telah mencakup semua aspek kehidupan bermasyarakat baik berbangsa, bernegara
dan beragama. Diantara pendapat itu adalah:
1.1
Muhammad Cholid dalam bukunya “Chatam un Nabiyyin” menyebutkan:
“Inilah
sebahagaian dari kandungan “piagam” yang utama itu, ialah dasar-dasar Negara Islam
yang didirikannya. Isinya yang paling tegas adalah bekerja untuk mengatur
ummat, membentuk suatu masyarakat, dan menegakkan suatu pemerintahan”.[11]
2.1
Dr. Muhammad Jalaluddin Sarur dalam bukunya “Qiyam ud Daulah”
mengatakan:
“Sesudah
pasti tempat kediaman nabi di madinah, maka dia lalu berfikir untuk membuat
suatu peraturan (nizham) untuk kehidupan umum, yang akan menjadi sendi bagi
pembentukan persatuan bagi segenap warganya (penduduk).
Ditulisnyalah
suatu piagam antara orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, sebagaimana
dibuatnya perjanjian terhadap kaum yahudi, yang memuat hak dan tugas yang
merupakan syarat-syarat bagi mengakui mereka”.[12]
2.
Suatu Undang-Undang Negara
Piagam
Madinah merupakan sebuah karya fenomenal yang pernah tercatat dalam sejarah.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa piagam itu adalah suatu “Undang-Undang
Negara”, yang dihasilkan oleh Nabi Muhammad sebagai seorang “negarawan” (stateman) yang dipimpin oleh Tuhan,
atau seorang “legislator” dan “lawgiver” yang luar biasa pintarnya. Pendapat
ini dikemukakan oleh beberapa sarjana diantaranya Prof. H.A.R. Gibb, George
E. Kerk, Joseph Hill, dan Emile Dermenghem.[13]
3.
Suatu Charter (piagam)
Umumnya
para ahli mengakui bahwa naskah tersebut adalah suatu “ charter” (piagam) yang
mengakui tentang hak-hak. Di dalam lingkungan pengertian charter ini, termasuk
juga didalamnya pengakuan bahwa naskah ini adalah:
a.
Declaration of human rights (pernyataan hak-hak azasi manusia)
b.
Le droit de I ‘homme et
du citizen (pengakuan hak manusia dan penduduk)
c.
Declaration of birth of state (pengumuman lahirnya suatu negara)
4.
Suatu Perjanjian
Berbeda
dengan pendapat sarjana-sarjana barat yang memandang paiagam itu suatu
undang-undang negara sebagaimana yang sudah kita terangkan, maka ahli-ahli Islam
dari dahulu lebih menitikberatkan pandangannya kepada sifat perjanjian yang
dimuat dalam piagam itu.
Kitab-kitab
Islam selalu menamakan piagam itu dengan “’Ahdun Nabi bil Yahudi” (perjanjian
nabi dengan kaum Yahudi), atau dengan “‘Ahdun bainal Muslimin wal Yahudi”
(perjanjian antara kaum muslimin dan yahudi).
Oleh
karena pandangan mereka bersifat keagamaan semata-mata (agamis), maka
perjanjian itu diartikan sebagai suatu hubungan antara pemeluk islam di satu
pihak dengan pemeluk-pemeluk agama lain di pihak lainnya. Sebab itu, piagam
tersebut dijadikan bukti adanya sifat kesabaran dan toleransi islam terhadap
pemeluk-pemeluk agama lainnya.[15]
5.
Suatu konstitusi negara yang bermutu tinggi
Piagam
Madinah merupakan sebuah konstitusi tingkat tinggi yang belum ada tandingannya
sampai saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan :
a.
Piagam Madinah merupakan kesepakatan yang disetujui oleh banyak
pihak. Sehingga merupakan sebuah piagam yang unik dan berbeda dengan yang
lainnya. Sekurangnya ada tiga pihak yang menyetujui piagam tersebut
diantaranya:
i.
Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang memegang dan menuliskannya.
ii.
Orang-orang yang percaya dan memeluk agama Islam, dari suku Quraisy
dan suku Yastrib, dan
iii.
Orang-orang yang ikut bersama mereka.[16]
b.
Menonjolkan Nabi Muhammad
Piagam
ini menjadi sangat istimewa dengan menonjolkan Nabi Muhammad sebagai pelopor
dan penggagasnya. Nabi Muhammad juga yang menandatangani piagam ini secara
langsung bukan berarti karena “kurnia” (belas kasihan) atau karena “paksaan”
dari rakyat dan bukan pula didahului oleh suatu majlis yang memutuskan piagam
itu. Tetapi nabi mewakili “Publik Opini” yang sepakat mengadakan perjanjian
itu.
Konstitusi
ini dinamakan sebagai sui generis. Pendapat inilah yang lebih tepat dan sesuai
dengan ciri istimewa yang terdapat pada konstitusi itu, baik menurut hurufnya
maupun menurut semangat dan jiwanya.
c.
Penentuan siapa warga negara
Berbeda
sekali dari apa yang senantiasa dituduhkan terhadap Negara islam yang penduduknya
merupakan mayoritas muslim seolah-olah tidak ada penduduk non-muslim didalamnya
akan tetapi Piagam Madinah telah memberikan bukti nyata bahwa dalam Negara
Islam juga diakui penduduk non-muslim. Dr. Hasan Ibrahim Hasan telah membagi
penduduk madinah menurut Piagam Madinah ke dalam golongan:
i.
Muhajirin, ialah orang islam yang hijrah dari Mekkah.
ii.
Anshar, ialah orang-orang islam dari penduduk Madinah.
iii.
Munafiqun, ialah penduduk madinah yang belum memeluk islam.
iv.
Yahudi, ialah kaum Yahudi yang tinggal di Madinah.[17]
d.
Penggunaan kata ummat yang berarti bangsa dan negara
Istilah
baru yang dibawa oleh konstitusi ini adalah perkataan ummat / ummah, yang
terletak pada bagian terdepan sekali yaitu pada pasal pertama. Perkataan ummat
dalam pasal ini mempunyai pengertian yang sangat dalam, yang merubah paham
dan pengertian kewarganegaraan yang hidup dikalangan bangsa arab. Dengan
timbulnya ummat dibongkarlah paham bersuku-suku dan berkabiah-kabilah
yang sangat memecahbelahkan masyarakat arab.[18]
e.
Cita-cita kenegaraan
Cita-cita
kenegaraan yang terkandung dalam muqaddimah dan pasal 1, adalah menggambarkan
“Ideologi Islam” dalam membentuk Negara. D.de Santilana dalam karangannya
Law and Society menegaskan ide-ide islam yang terkandung di dalam
piagam: “All these ideas are already set forth in the oldest historical
document of islam, the charter promulgated at Medina in the year one of the
hijrah”.[19]
f.
Pengakuan Hak Azasi Manusia (HAM)
Ini
merupakan konstitusi pertama yang pernah dibuat pada hampir 14 abad silam yang
telah mengakui hak azasi setiap manusia, sewaktu hidup manusia sangat
sedarhana, sangat primitif, masih menikmati hak-hak dasar yang dimiliki oleh
manusia yang hidup dalam abad-abad modern. Tetapi Rasulullah telah meletakkan
sebuah dasar yang sangat luar biasa tentang pengakuan hak azasi manusia.[20]
Dari penjelasan singkat ini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa
Piagam Madinah adalah merupakan konstitusi terbaik yang pernah ada dari
berbagai segi baik dari segi isi, masa (periode dibuatnya), ataupun dari
kelengkapannya.
Penulisan Piagam Madinah ini merupakan bentuk curahan perhatian
Nabi Muhammad dalam meletakkan dasar-dasar yang sangat diperlukan pada
kehidupan masyarakat guna menegakkan tugas risalahnya, yaitu:
1.
Memperkokoh hubungan umat Islam dengan Tuhannya
2.
Memperkokoh hubungan antar umat Islam
3.
Mengatur hubungan umat Islam dengan orang-orang nonmuslim[21]
Tetapi penulis
menemukan sebuah fakta yang sangat mengejutkan bahwa piagam ini kurang
diperhatikan oleh penduduk yahudi yang hanya mengambil keuntungan dari piagam
ini tanpa mematuhinya sepenuh hati. Hal ini mereka lakukan setelah melihat
semakin banyaknya orang masuk islam orang yahudi dan kedudukan Nabi Muhammad
menjadi semakin kuat, keadaaan mulai berubah. Orang yahudi menjadi sangat
kuatir atas kekuatan dan kekuasaan Nabi Muhammad
yang semakin besar dan dianggap sebagai ancaman potensial terhadap kedudukannya
yang dominan di daerah tersebut. Mereka adalah para pedagang dan orang
berpengetahuan dan jauh lebih unggul dibandingkan dengan suku Auz dan Khazraj,
baik dalam pengetahuan ataupun dalam kekayaan materi. Mereka takut bahwa
kekuatan kepercayaan baru yang semakin berkembang akan membayakan posisi mereka
dalam kedua hal tersebut.[22]
Di samping itu,
orang-orang Yahudi di Madinah telah membangun bidang ekonomi dan politik mereka
di atas perpecahan orang-orang arab. Setelah orang-orang arab memeluk Islam dan
perasaan dengki serta dendam kesumat lama mulai lenyap dari pikiran dan
perasaan mereka, kemudian agama Islam menyatukan mereka menjadi suatu negara,
orang-orang yahudi menjadi cemas dan dicekam berbagai macam ketakutan. Mereka
mulai berencana untuk menghancurkan agama Islam dan menjerumuskan para pemeluknya.[23]
Mereka
meningkatkan kampanye menyerang nabi dalam berbagai front. Pertama kali mereka
memulai dengan perang kata-kata: menggunakan kata kasar dan tidak sopan, dan
berbelit-belit kalau menyebut nabi untuk menggangnunya.[24] Front
yang kedua adalah melakukan persengkokolan terus menerus dengan kaum munafik
dan pihak Quraisy Mekkah, tetapi serangan militer mereka tidak berhasil.
Ketiga, orang yahudi melakukan kampanye untuk menghasut orang supaya menyerang
madinah. Mereka mengirim wakil ke Mekkah dan pimpinan suku arab lainnya dan
bahkan menawarkan bantuan keuangan untuk menyerang madinah. Mereka tidak
henti-mentinuya menghasut orang untuk menyerang madinah. Keempat, ketika semua
usaha mereka gagal dan mereka menyadari bahwa Muhammad telah menjadi terlalu
kuat dan bahkan tidak mungkin untuk mengalahkannya dengan kekuatan militer , mereka memulai
sutu kampanye caci maki dan fitnah terhadapnya. Mereka mengira bahwa kunggulan
pendukung Muhammad dibanding dengan yang lain adalah karena keunggulan moral
dan kepribadiannya dan bahwa jika mereka secara moral dapat mengalahkannnya,
mungkin senjata ini akan berhasil meski senjata lain telah gagal.[25]
Mereka
melakukan berbagai tindakan permusuhan terhadap orang muslim, padahal mereka terikat
perjanjian pertahanan dengan mereka. Tindakan mereka merupakan sebuah
pelanggaran terbuka terhadap isi perjanjian yang mereka buat dengan Muhammad.
Mereka secara moral dan hukum terikat dengan perjanjian ini untuk
mempertahankan hubungan bersahabat dengan pihak muslim dan tidak membuat
perjanjian dengan musuh pihak muslim. Mereka tidak pernah memperdulikan
syarat-syarat perjanjian tersebut, tetapi menikmati semua manfaat yang
dihasilkannya.[26]
Muhammad telah
membuat perjanjian dengan orang yahudi pada tahap pertama dengan janji bahwa
mereka akan hidup bersama sebagai teman dan membantu satu sama lain dalam
mempertahankan kota mereka. Tetapi ternyata orang yahudi tidak dapat diandalkan
dalam keadaan bagaimanapun juga, malah mereka berkhianat. Oleh karena itu, nabi
memutuskan bahwa orang yahudi tidak dibenarkan menetap dan harus diusir dari Madinah.
Mereka berkumpul di khaibar dan meneruskan penghkianatan mereka. Mereka
dikalahkan, namun tetap diizinkan menetap di khaibar, asal mereka hidup dalam
damai dan tidak melakukan tindakan yang bermusuhan. Jika mereka melakukan
tindakan khianat mereka akan diusir dari jazirah arab. Dasar kebijaksanaan Nabi
Muhammad adalah persamaan dan persahabatan marilah hidap berdampingan. Tetapi
pengalaman menunjukkkan hal yang sebaliknya dan untuk kepentingan keamanan orang
yahudi akhirnya diusir dari semua tanah arab. Ini merupakan akibat logis dari
tindakan permusuhan yang terus menerus mereka lakukan yang tidak dapat lagi
ditolelir.[27]
2.2 Diskusi
Kelompok
Dari semua data
yang telah kami kumpulkan yang kami ambil dari berbagai sumber maka kami dapat
menyimpulkan bahwa Piagam Madinah memang
adalah sebuah karya yang fenomenal yang pernah diciptakan oleh Nabi Muhammad pada masa kepemimpinannya. Piagam ini
juga merupakan piagam terbaik yang pernah ada dari beberapa segi yaitu segi
isinya yang lengkap, bersifat universal, waktu atau masa karena pada waktu itu
belum pernah ada piagam yang mampu memberikan peraturan yang selengkap itu dan
merupakan sebuah bentuk toleransi pada keberagaman yang pertama di dunia. Karena
pada masa itu Eropa dan seluruh belahan bumi lainnya sedang dalam
keterbelakangan, tapi Nabi Muhammad mampu membuat sebuah karya yang
se-fenomenal itu. Dan memang tidak ada piagam setelah zaman Nabi Muhammad yang
mampu menandingi Piagam Madinah ini, karena sebagian besar piagam yang ada
setelah Piagam Madinah ini masih bersifat subyektif belum bersifat universal.
Fakta kedua
yang kami dapatkan adalah bahwa pihak Yahudi melakukan pengkhianatan terhadap
kesepakatan ini. Mereka masih tidak terima apabila Nabi Muhammad dan kaum
muslim memiliki kekuatan dan kejayaan sehingga menyingkirkan Yahudi yang
seharusnya lebih tinggi derajatnya. Disamping itu, Yahudi merasakan ketakutan
yang luar biasa terhadap konsep persatuan yang di usung oleh Nabi Muhammad. Karena
selama ini kaum Yahudi hidup dengan memanfaatkan keadaan Madinah dengan kaumnya
yang terpecah belah. Sehingga apabila kaum-kaum yang ada di Madinah bersatu
padu maka mereka tidak akan mendapatkan keuntungan dari keadaaan tersebut.
Sehingga tidak ada jalan lain selain melakukan pengkhianatan.
Akhirnya dapat
kita simpulkan bahwa Piagam Madinah adalah merupakan bentuk Kontitusi terbaik
yang masih diwarnai dengan pengkhianatan. Mereka tidak pernah memperdulikan syarat-syarat perjanjian tersebut,
tetapi menikmati semua manfaat yang dihasilkannya. Sehinga dengan segala
kesempurnaaan yang dimiliki oleh Piagam Madinah ternyata masih ada kekurangan
yang ada pada piagam ini, yakni dari segi ketaatan anggota-anggota yang
tergabung dari Piagam Madinah ini. “Tidak
ada gading yang tak retak”.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Kronologi terjadinya Piagam Madinah
Sebagai seorang
pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan
pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga
sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari
luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim.
Dan karena
perbedaan antara kaum muslimin Anshar dan Muhajirin yang mempunyai latar
belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi
dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua
suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil
jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik
secara damai. Tidak hanya permasalahan itu saja yang muncul pada zaman
kepemimpinan nabi tetapi juga bagaimana nabi harus menyatukan antara Umat
Muslim dengan umat non-non-muslim.
Pluralitas
masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari,
tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk
itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik
terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah.
Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan
tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi
pemimpin yang diterima oleh semua golongan.
Akhirnya Nabi
dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Selama
beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan
mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha
mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup
berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan ini Nabi Muhammad membuat
suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun
musyrikin yang akhirnya kita kenal dengan istilah “Piagam Madinah”.
2.
Tujuan dari pembuatan PiagamMadinah
Piagam Madinah dibuat dengan maksud untuk memberikan wawasan pada
kaum muslimin waktu itu tentang bagaimana cara bekerja sama dengan penganut
bermacam-macam agama ketuhanan yang lain yang pada akhirnya menghasilkan
kemauan untuk bekerja bersama-sama dalam upaya mempertahankan agama. Strategi
nabi tersebut terbukti sangat ampuh , terbukti dengan tidak memerlukan waktu
lama masyarakat islam, baik Muhajirin maupun Anshor telah mampu mengejawantahkan strategi
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan strategi tersebut tidak
terlepas dari kepiawaian Nabi dalam melihat kondisi masyarakat sekitarnya yang
sangat memerlukan arahan dan tauladan dari pemimpin guna menciptakan keadaan yang
lebih baik. Perubahan tatanan masyarakat di Madinah merupakan tolok ukur dari
keberhasilan atas perjanjian damai yang dibuat oleh nabi.
3.
Benarkah Piagam Madinah merupakan konstitusi terbaik yang pernah
ada?
Melihat dari
beberapa pendapat yang telah dikemukakan di awal dapat kita simpulkan
bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi
terbaik yang pernah ada meskipun masih diwarnai dengan pengkhianatan dari pihak
Yahudi. Dan dengan di dukung dengan pendapat beberapa ahli yang mengatakan
bahwa Piagam Madinah merupakan:
1.
Sebagai piagam yang lengkap
2.
Suatu Undang-Undang Negara
3.
Suatu Charter (piagam)
4.
Suatu Perjanjian
5.
Suatu konstitusi negara yang bermutu tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Soekama, dkk. 1998. Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan
Islam. Jakarta:Logos Wacana Ilmu.
Al-Qur'an. 1983. Surat Fushshilat
ayat 34. Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur'an. Al-Qur'an dan
Terjemahnya. Jakarta:Depag RI.
Nurcholis Majid. Islam,
Agama dan Peradaban. Jakarta :
Paramadina.
Ja’far Subhani. 1996. Ar-Risalah,
Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw. Jakarta:Lentera.
H. Zainal Arifin Abbas. 1964. Peri Hidup Muhammad Rasulullah Saw.
Medan:Firma Rahmat. 1964.
Hasymy. 1975. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta:Bulan Bintang. 1975.
Istianah Abu Bakar. 2008. Sejarah
Peradaban Islam. Malang:UIN Press.
Asghar Ali Engineer. 1999. Asal Usul dan Perkembangan Islam.
Jogjakarta:Pustaka Pelajar.
Muhammad Cholid. 1955. Chatam un Nabyyin. Cairo.
Zainal Abidin Ahmad. 1973. Piagam Nabi Muhammad S.A.W. Jakarta:Bulan
Bintang.
Hasan Ibarahim Hasan. 1945. Tarich ul Islam As Siyasiy.
Cairo:Maktabah el Nahdhoh el Misyriyyah.
Muhammad Al Ghozali. 2006. Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad. S.A.W.
Yogyakarta:Mitra Pustaka.
Afzalur Rahman. 1991. Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer.
Jakarta:Bumi Aksara.
www.kompasiana.com.
Diunduh pada tgl. 2 September 2011.
[1] Soekama, dkk. 1998.
Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:Logos Wacana Ilmu. hlm.
298-299.
[2] www.kompasiana.com. Diunduh
pada tgl. 2 September 2011.
[3]Al-Qur'an. 1983. Surat Fushshilat ayat 34.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur'an. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta:Depag RI. hlm. 775.
[4] Nurcholis Majid. Islam, Agama dan Peradaban. Jakarta : Paramadina. hlm. 41.
[5] Ibid.
[7] H. Zainal Arifin Abbas. 1964. Peri
Hidup Muhammad Rasulullah Saw. Medan:Firma Rahmat. 1964. hlm. 1246
[9] Istianah Abu Bakar. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang:UIN Press. hlm.
21-23
[10]
Asghar Ali Engineer. 1999. Asal Usul dan Perkembangan Islam. Jogjakarta:Pustaka
Pelajar. hlm. 155-158.
[11] Muhammad Cholid. 1955. Chatam un Nabyyin. Cairo. hlm.116.
[12] Zainal Abidin Ahmad. 1973. Piagam Nabi Muhammad S.A.W. Jakarta:Bulan
Bintang. hlm. 52.
[13] Ibid. hal. 57.
[14] Ibid. hal. 61.
[15] Ibid. hal. 66.
[16] Ibid. hal. 90.
[17] Hasan Ibarahim Hasan. 1945.
Tarich ul Islam As Siyasiy. Cairo:Maktabah el Nahdhoh el Misyriyyah. Juz
1.
[18] Zainal Abidin Ahmad. Op.Cit. hlm.98.
[19] Ibid. hal 113.
[20] Ibid. hal 115.
[21] Muhammad Al Ghozali. 2006. Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad. S.A.W.
Yogyakarta:Mitra Pustaka. hlm. 228.
[22] Afzalur Rahman. 1991. Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin
Militer. Jakarta:Bumi Aksara. hal. 268.
[23] Muhammad al-Ghozali. op_cit. hal. 238.
[24] Ibid. hal. 296.
[25] Ibid. hal. 270.
[26] Ibid. hal. 271.
[27] Ibid. hal. 278.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar